• pemandangan 1
  • pemandangan 1
  • pemandangan 2
  • pemandangan 3
  • pemandangan 3
  • pemandangan 3
  • pemandangan 3
  • pemandangan 3
  • "/>

Sabtu, 31 Desember 2011

Sekilas Pandang Ds Sidaharja

                                          Sekilas Pandang Desa Sidaharja

                       Desa Sidaharja merupakan salah satu Desa dari Kecamatan Pamarican yang wilayahnya adalah sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bantardawa Kec.Purwadadi, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kutawaringin, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukamukti dan Desa Sukajadi dan sebelah Barat berbatasan dengan  desa Kertahayu.

                         Secara keseluruhan keadaan alam di desa Sidaharja cukup potensial untuk kegiatan Pertanian dan juga perdagangan Karena merupakan salah satu penghasil padi , buah-buahan , produksi sale dan gula merah.

                        Sedangkan dalam system administratif Pemerintahan Desa Sidaharja terdiri dari 3 dusun dan 4 RW, dan 18 RT. Luas Desa Sidaharja sebesar 327.710 Ha dengan komposisi tata guna lahan terdiri lahan untuk pemukiman 128.758 Ha, tegalan/kebun/lading/huma 5.490 Ha, pengembalaan pagang rumput ………..Ha, tidak diusahakan ………Ha, hutan rakyat………..Ha, hutan megara……….Ha, perkebunan Negara/swasta ………..Ha, rawa yang ditanami ………..Ha, tambak ………Ha, kolam/empang 4,805 Ha, goron-gorong ………….Ha, lahan kering ………Ha, dan sawah 184,575 Ha.

                        Dibawah ini disajikan tabel luas Desa , Sebaran Penduduk, Kepadatan dan Kondisi Topografi di tiap-tiap Rukun Warga.


Tabel
Luas, jumlah RW dan RT, Sebaran Penduduk, Kepadatan, dan kondisi
Topografi Desa Sidaharja

No
Nama Dusun
Luas
RT
Sebaran
Penduduk/
Kondisi
Penduduk
Km2
Topografis
1
Sidaharja

6
1200
700/Km
Dataran
2
Kertasari

8
1638
800/Km
Dataran
3
Ciporoan

4
  650
323/Km
Dataran

         Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar Dusun atau di Desa Sidaharja           mempunyai topografi dataran rendah dengan ketinggian rata-rata  21 m/dpl.

                   Sebaran penduduk di Desa Sidaharja paling padat diatas angka 800 penduduk / Km2  berturut di RT/RW    Kertasari  . Jumlah seluruh penduduk Desa Sidaharja adalah 3488 jiwa dan 1085  KK  dengan kepadatan penduduk sebesar 94,2 orang/Km2 , dengan criteria status social dan ekonomi penduduk kaya 90 KK, sedang 517 KK, dan miskin 396 KK.

Jumat, 30 Desember 2011

PROSES PENYUSUNAN PROGRAM

PROSES PENYUSUNAN PROGRAM DAN KEGIATAN
DALAM RANGKA MUSRENBANG DESA
TAHUN 2009

Proses ini meliputi  5 ( lima )  tahapan yaitu  :

Tahap
Aspek Permasalahan
Identifikasi masalah dan kebutuhan
-   Data terpilih antara masalah dan kebutuhan
-   Aspirasi kebutuhan digali atas dasar kelompok–kelompok terkait
Perencanaan Program Desa dan RKP Desa
      -Tujuan dan indikator kegiatan terpilih
      -Sasaran dan pemanfaatan program
Penganggaran APBDes
-   Alokasi anggaran sepesifik
-   Alokasi anggaran yang memberi kesempatan pada semua pihak
-   Alokasi anggaran umum yang berdampak pada kesetaraan semua pihak
Pelaksanaan Kegiatan dan anggarannya
-   Pelaku kegiatan
-   Pemberdayaan dan penguatan kapasitas umum
Monitoring dan Evaluasi anggarannya
      - Monev dan hasil kegiatan

Peserta Perencanaan Progaram

t Delegasi Dusun / RW                                                t Pengusaha / Koperasi                                              
t Tiga Pilar Desa ( Pemdes, BPD, LPMD )                 t Pelaku pendidikan

t Tokoh Agama dan Adat                                           t Pelaku kesehatan

t Tokoh Pemuda                                                         t Unsur pejabata pemerintah Kec.

t Tokoh Perempuan

t Unsur Keluarga miskin


Penyelenggara Penyusunan Program dan Kegiatan adalah :

Kepala Desa selaku pembina dan pengendali di dalam musyawarah penyusunan program yang disebut Team Penyelenggara Musyawarah Desa. Yang di dalamnya ada yang disebut sebagai Team Teknis dan  Team Perencanaan biasanya terdiri dari 3 – 7 orang.
Dalam komposisi ini dilakukan dengan  komposisi seimbang sehingga bisa mewakili semua pihak.



                                                                                    Sidaharja, 05 Januari 2009
                                                                                    Kepala Desa Sidaharja




                                                                                           SLAMET,S.Ag

Perpustakaan, Buku, dan Minat Baca


Perpustakaan, Buku, dan Minat Baca


Konon, Julius Caesar, raja Roma, pernah menyerang ke Mesir. Namun, ternyata Mesir memiliki tentara yang amat kuat. Saking kuatnya, dia pun beserta pasukannya terjepit. Dalam keadaan terjepit itulah, Julius Caesar memiliki ide untuk menghindari musuh, yaitu dengan cara membakar perpustakaan besar Mesir yang bernama Alexandria. Berhasilkah dia?
Ya, ternyata Caesar berhasil meloloskan diri dari kepungan tentara Mesir. Rupanya dia tahu betul, bahwa orang-orang Mesir sangat menghargai perpustakaannya.
Dari cerita di atas, tersirat bahwa perpustakaan yang berisi sekumpulan buku yang disusun secara sistematis (pada waktu itu berupa papyrus) merupakan sesuatu yang sangat berharga. Bahkan harganya jauh lebih tinggi dari seorang raja Roma sehingga mereka rela meloloskan musuhnya demi untuk menyelamatkan perpustakaan yang terbakar.
Mereka sadar, melalui perpustakaan, pengetahuan yang mereka peroleh dapat diwariskan ke generasi berikutnya dan digunakan sebagai jembatan perantara dalam meningkatkan terus peradabannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Ketika kita berbicara tentang perpustakaan, tentu tidak akan lepas dari isinya, yakni buku (pada umumnya). Secara fungsional, buku merupakan alat komunikasi tulisan yang dirakit dalam satu satuan atau lebih agar pemaparannya sistematis, sehingga isi maupun perangkat kerasnya bisa lestari. Segi pelestarian inilah yang membedakan buku dari alat komunikasi tulisan lain yang lebih pendek umurnya
Melalui buku, seluruh hasil cipta, karsa, dan karya manusia dapat dilestarikan. Dari buku pula peradaban manusia berkembang. Di dalam buku tersimpan rekaman-rekaman teori yang bisa melahirkan suatu teori baru
Bukankah setiap penemuan suatu teori baru selalu dilandasi oleh teori sebelumnya? Sebagaimana yang diakui oleh ilmuwan ahli Issac Newton. Ilmuwan besar ini pernah berkata, "Jika saya mampu melihat jauh, maka hal itu disebabkan karena saya berdiri di pundak para jenius terdahulu"
Dalam perkembangan peradaban manusia, buku memang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kendati demikian, kedahsyatan buku tentu tidak akan ada apa-apanya jika benda tersebut hanya dipajang, tidak pernah disentuh dan dibaca. Dan tampaknya, inilah masalah kita saat ini.
Meskipun persentase penduduk buta aksara setiap tahun cenderung menurun, namun menurut data terakhir (tahun 2002), diketahui masih ada 18,7 juta penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas yang buta huruf. Hal ini masih diperparah dengan kenyataan, bahwa setiap tahun ada 250-300 ribu siswa kelas 1, 2, dan 3 SD yang putus sekolah.
Sementara itu, pada tahun 2000 organisasi International Educational Achievement (IEA) menempatkan kemampuan membaca siswa SD Indonesia di urutan ke-38 dari 39 negara. Atau terendah di antara negara-negara ASEAN. Dengan kondisi seperti itu, maka tak heran bila kualitas pendidikan di Indonesia juga buruk. Dalam hal pendidikan, survei The Political and Economic Risk Country (PERC), sebuah lembaga konsultan di Singapura, pada akhir 2001, menempatkan Indonesia di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia yang diteliti.
Tampaknya, dalam soal penyediaan buku dan pengembangan minat baca, Indonesia masih mengalami beberapa kendala. Pertama, jumlah penerbitan buku di Indonesia masih timpang dibandingkan dengan jumlah penduduk. Dalam setahun, penerbitan buku di seluruh dunia mencapai satu juta judul buku. Tetapi untuk Indonesia, paling tinggi hanya mampu mencapai sekitar lima judul.
Berdasarkan data dari Intenational Publisher Association Kanada, produksi perbukuan paling tinggi ditunjukkan oleh Inggris, yaitu mencapai rata-rata 100 ribu judul buku per tahun. Tahun 2000 saja sebanyak 110.155 judul buku.
Posisi kedua ditempati Jerman dengan jumlah judul buku yang diterbitkan pada tahun 2000 mencapai 80.779 judul, Jepang sebanyak 65.430 judul buku. Sementara itu, Amerika Serikat menempati urutan keempat. Indonesia pada tahun 1997 pernah menghasilkan lima ribuan judul buku. Tetapi, tahun 2002 tercatat hanya 2.700-an judul. Sangat jauh apabila dibandingkan dengan produksi penerbitan buku tingkat dunia.
Kedua, minimnya jumlah perpustakaan yang kondisinya memadai. Menurut data dari Deputi Pengembangan Perpustakaan Nasional RI (PNRI) dari sekitar 300.000 SD hingga SLTA, baru 5% yang memiliki perpustakaan. Bahkan diduga hanya 1% dari 260.000 SD yang mempunyai perpustakaan. Juga baru sekitar 20% dari 66.000 desa/kelurahan yang memiliki perpustakaan memadai (Kompas, 25/7/02).
Membaca merupakan kegiatan dan kemampuan khas manusia. Walaupun demikian, kemampuan membaca tidak terjadi secara otomatis karena harus didahului oleh aktivitas dan kebiasaan membaca yang merupakan wujud dari adanya minat membaca.
Ketakpedulian kita akan aktivitas membaca boleh jadi akibat dari kondisi masyarakat kita yang pergerakannya melompat dari keadaan praliterer ke dalam masa pascaliterer, tanpa melalui masa literer. Artinya dari kondisi masyarakat yang tidak pernah membaca akibat tidak terbiasa dengan budaya menulis (terbiasa dengan budaya lisan) ke dalam bentuk masyarakat yang tidak hendak membaca seiring masuknya teknologi telekomunikasi, informatika, dan broadcasting. Akibatnya, masyarakat kita lebih senang nonton televisi daripada membaca.
Kondisi ini diperburuk dengan semakin tidak pedulinya orang tua akan aktivitas membaca. Semakin banyak keluarga yang kedua orang tuanya sibuk bekerja sehingga mereka tidak lagi mempunyai cukup waktu dan energi untuk mendekatkan anaknya dengan buku, lewat mendongeng misalnya. Ironisnya ketika anak mulai masuk sekolah, materi baku kurikulum sering membuat guru tidak mempunyai ruang gerak untuk berkreasi. Akhirnya mereka hanya terpaku pada satu buku wajib.
Seperti halnya kegiatan pembelajaran yang lain, upaya menumbuhkan minat baca juga akan lebih mudah dan efektif apabila dilakukan sejak dini, sejak kanak-kanak. Ini artinya orang tua sangat dituntut keikutsertaannya. Orang tua harus memastikan bahwa kecintaan akan membaca adalah tujuan pendidikan yang terpenting bagi anaknya.
Tentu saja, upaya orang tua akan lebih optimal apabila didukung oleh pihak lain. Dari pihak penerbit buku misalnya, dari segi kualitas perwajahan, ilustrasi, isi, dan cara penyajian hendaknya dapat terus diperbaiki. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan ketertarikan anak.
Dari pihak sekolah, hendaknya diterapkan sistem pendidikan yang menimbulkan kegairahan belajar. Misalnya dengan mendorong pendidik untuk memberi penugasan dan anak didik mencari jawabannya, antara lain di perpustakaan. Hingga sejauh ini perpustakaan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, masih diperlukan usaha keras untuk mendorong anak berkenalan dengan perpustakaan sejak dini. Bahkan, perkenalan pertama anak dengan perpustakaan dapat dilakukan di rumah melalui pembuatan perpustakaan keluarga. Anak yang terbiasa melihat buku dan kebiasaan membaca dari orang tuanya akan membuat mereka gemar membaca.
Dari pihak media massa (terutama radio/TV) hendaknya tidak saja mengeluarkan iklan layanan masyarakat mengenai ajakan membaca, tetapi harus juga mulai membuat program promosi membaca (reading promition). Sebuah program yang berkaitan dengan sebuah buku tertentu.
Barangkali, itulah usaha yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan generasi bangsa ini dalam menghadapi masa depan yang penuh persaingan. Ibarat kata pepatah, "Akan lebih mudah meluruskan batang pohon ketika ia masih kecil daripada meluruskannya setelah tumbuh menjadi besar." Wallahu a'lam.

PENGEMBANGAN PROGRAM PERPUSTAKAAN

PENGEMBANGAN PROGRAM PERPUSTAKAAN:


                Didasarkan Pada Pengalaman Mengelola Perpustakaan Lembaga Pengembangan Potensi Pendidikan Adaro & Partner (LP3AP)  Misi perpustakaan adalah: Memperkaya pengetahuan masyarakat dengan: •    Menyediakan sumber informasi •    Melayani kebutuhan informasi  •    Membangun budaya literasi informasi Setelah melewati masa dua tahun sebagai tahun pengokohan dan pembelajaran, saatnya sekarang perpustkaan lebih meningkatkan pelayanannnya pada masyarakat. Hanya dalam waktu kurang dari dua tahun perpustakaan dipercaya menjadi sumber informasi oleh lebih dari 3066 orang, hal ini menjadikan perpustakaan LP3AP merupakan perpustakaan terbanyak jumlah anggotanya untuk kategori perpustakaan umum tingkat Kabupaten se Kalimantan Selatan. Demikain juga, dengan koleksi yang berjumlah 5436 judul ( 10703 eksemplar) buku, perputakaan LP3AP juga menjadi perpustakaan paling lengkap koleksinya se-Kalimantan Selatan.

MEMBANGKITKAN MINAT BACA

MEMBANGKITKAN MINAT BACA,WUJUDKAN KARAKTER BANGSA
                 Sungguh ironis, ketika semua orang berbicara tentang teknologi komunikasi dan informasi (Information and Communication Technology/ICT), tetapi bangsa ini masih berkutat bagaimana agar membaca menjadi bagian kehidupan sehari-hari alias minat baca yang masih rendah. Padahal informasi sudah menjadi Strategic Weapon dalam persaingan. John Naisbitt, penulis Megatrend, mengemukakan bahwa mereka yang paling banyak memiliki informasi berpeluang besar untuk sukses.

Berdasarkan hasil laporan United Nation Development Programme (UNDP) tahun 2008 bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia berada pada posisi ke-108 dari 177 negara. Secara nasional, posisi IPM Jawa Barat berada pada urutan ke-115.

Indeks pembangunan Manusia (IPM) adalah merupakan satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah atau kota, dengan tolok ukur berupa tingkat pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat.

Budaya membaca belum menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Barat. Hal ini terlihat dari minimnya kebiasaan masyarakat dalam membaca, indikasi yang paling sederhana adalah dalam membaca surat kabar. Mereka lebih meminati budaya menonton melalui media televisi.

Berdasarkan survei Sosial Ekonomi Daerah Provinsi Jabar 2009, sebanyak 5,3 juta penduduk provinsi ini memiliki kebiasaan membaca surat kabar. Jumlah itu hanya 15,4 persen dari total penduduk berusia 10 tahun ke atas yang tercatat 34,6 juta jiwa. Persentase itu tidak banyak berubah dibandingkan dengan kondisi tahun 2004 dengan porsi pembaca koran 15,3 persen.

Jika budaya membaca cenderung stagnan, budaya menonton melalui media televisi justru berkembang pesat dalam lima tahun terakhir. Tahun 2004 sebanyak 88,7 persen penduduk Jabar memiliki kebiasaan menonton televisi. Dalam lima tahun persentase itu meningkat menjadi 93,5 persen. Tercatat 32,3 juta penduduk memiliki kebiasaan menonton televisi pada 2009. (Indikator, Kompas, Sabtu, 27 Maret 2009)

Padahal, banyaknya tayangan televisi yang memuat hal-hal yang kurang baik ditonton oleh generasi baru, mulai dari perilaku kurang santun dari para pejabat dan wakil rakyat hingga dugaan korupsi milyaran rupiah, kekerasan, dan budaya hedonistik lainnya telah membentuk pendidikan karakter bangsa ini yang keliru.

Sementara di Kota Bandung, menurut data tahun 2006, IPM Kota Bandung jeblok di urutan ke-49 (sumber: BAPPENAS 2006, BPS Pusat 2007). Urutan tersebut bahkan di bawah IPM Kota Sorong yang jauh terpencil di timur (Papua). Fakta ini sungguh memprihatinkan kita.


MINAT BACA

                           Perpustakaan, Buku, dan Minat Baca 

Konon, Julius Caesar, raja Roma, pernah menyerang ke Mesir. Namun, ternyata Mesir memiliki tentara yang amat kuat. Saking kuatnya, dia pun beserta pasukannya terjepit. Dalam keadaan terjepit itulah, Julius Caesar memiliki ide untuk menghindari musuh, yaitu dengan cara membakar perpustakaan besar Mesir yang bernama Alexandria. Berhasilkah dia?

Ya, ternyata Caesar berhasil meloloskan diri dari kepungan tentara Mesir. Rupanya dia tahu betul, bahwa orang-orang Mesir sangat menghargai perpustakaannya.
Dari cerita di atas, tersirat bahwa perpustakaan yang berisi sekumpulan buku yang disusun secara sistematis (pada waktu itu berupa papyrus) merupakan sesuatu yang sangat berharga. Bahkan harganya jauh lebih tinggi dari seorang raja Roma sehingga mereka rela meloloskan musuhnya demi untuk menyelamatkan perpustakaan yang terbakar.
Mereka sadar, melalui perpustakaan, pengetahuan yang mereka peroleh dapat diwariskan ke generasi berikutnya dan digunakan sebagai jembatan perantara dalam meningkatkan terus peradabannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Ketika kita berbicara tentang perpustakaan, tentu tidak akan lepas dari isinya, yakni buku (pada umumnya). Secara fungsional, buku merupakan alat komunikasi tulisan yang dirakit dalam satu satuan atau lebih agar pemaparannya sistematis, sehingga isi maupun perangkat kerasnya bisa lestari. Segi pelestarian inilah yang membedakan buku dari alat komunikasi tulisan lain yang lebih pendek umurnya
Melalui buku, seluruh hasil cipta, karsa, dan karya manusia dapat dilestarikan. Dari buku pula peradaban manusia berkembang. Di dalam buku tersimpan rekaman-rekaman teori yang bisa melahirkan suatu teori baru
Bukankah setiap penemuan suatu teori baru selalu dilandasi oleh teori sebelumnya? Sebagaimana yang diakui oleh ilmuwan ahli Issac Newton. Ilmuwan besar ini pernah berkata, "Jika saya mampu melihat jauh, maka hal itu disebabkan karena saya berdiri di pundak para jenius terdahulu"
Dalam perkembangan peradaban manusia, buku memang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kendati demikian, kedahsyatan buku tentu tidak akan ada apa-apanya jika benda tersebut hanya dipajang, tidak pernah disentuh dan dibaca. Dan tampaknya, inilah masalah kita saat ini.
Meskipun persentase penduduk buta aksara setiap tahun cenderung menurun, namun menurut data terakhir (tahun 2002), diketahui masih ada 18,7 juta penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas yang buta huruf. Hal ini masih diperparah dengan kenyataan, bahwa setiap tahun ada 250-300 ribu siswa kelas 1, 2, dan 3 SD yang putus sekolah.
Sementara itu, pada tahun 2000 organisasi International Educational Achievement (IEA) menempatkan kemampuan membaca siswa SD Indonesia di urutan ke-38 dari 39 negara. Atau terendah di antara negara-negara ASEAN. Dengan kondisi seperti itu, maka tak heran bila kualitas pendidikan di Indonesia juga buruk. Dalam hal pendidikan, survei The Political and Economic Risk Country (PERC), sebuah lembaga konsultan di Singapura, pada akhir 2001, menempatkan Indonesia di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia yang diteliti.
Tampaknya, dalam soal penyediaan buku dan pengembangan minat baca, Indonesia masih mengalami beberapa kendala. Pertama, jumlah penerbitan buku di Indonesia masih timpang dibandingkan dengan jumlah penduduk. Dalam setahun, penerbitan buku di seluruh dunia mencapai satu juta judul buku. Tetapi untuk Indonesia, paling tinggi hanya mampu mencapai sekitar lima judul.
Berdasarkan data dari Intenational Publisher Association Kanada, produksi perbukuan paling tinggi ditunjukkan oleh Inggris, yaitu mencapai rata-rata 100 ribu judul buku per tahun. Tahun 2000 saja sebanyak 110.155 judul buku.
Posisi kedua ditempati Jerman dengan jumlah judul buku yang diterbitkan pada tahun 2000 mencapai 80.779 judul, Jepang sebanyak 65.430 judul buku. Sementara itu, Amerika Serikat menempati urutan keempat. Indonesia pada tahun 1997 pernah menghasilkan lima ribuan judul buku. Tetapi, tahun 2002 tercatat hanya 2.700-an judul. Sangat jauh apabila dibandingkan dengan produksi penerbitan buku tingkat dunia.
Kedua, minimnya jumlah perpustakaan yang kondisinya memadai. Menurut data dari Deputi Pengembangan Perpustakaan Nasional RI (PNRI) dari sekitar 300.000 SD hingga SLTA, baru 5% yang memiliki perpustakaan. Bahkan diduga hanya 1% dari 260.000 SD yang mempunyai perpustakaan. Juga baru sekitar 20% dari 66.000 desa/kelurahan yang memiliki perpustakaan memadai (Kompas, 25/7/02).
Membaca merupakan kegiatan dan kemampuan khas manusia. Walaupun demikian, kemampuan membaca tidak terjadi secara otomatis karena harus didahului oleh aktivitas dan kebiasaan membaca yang merupakan wujud dari adanya minat membaca.
Ketakpedulian kita akan aktivitas membaca boleh jadi akibat dari kondisi masyarakat kita yang pergerakannya melompat dari keadaan praliterer ke dalam masa pascaliterer, tanpa melalui masa literer. Artinya dari kondisi masyarakat yang tidak pernah membaca akibat tidak terbiasa dengan budaya menulis (terbiasa dengan budaya lisan) ke dalam bentuk masyarakat yang tidak hendak membaca seiring masuknya teknologi telekomunikasi, informatika, dan broadcasting. Akibatnya, masyarakat kita lebih senang nonton televisi daripada membaca.
Kondisi ini diperburuk dengan semakin tidak pedulinya orang tua akan aktivitas membaca. Semakin banyak keluarga yang kedua orang tuanya sibuk bekerja sehingga mereka tidak lagi mempunyai cukup waktu dan energi untuk mendekatkan anaknya dengan buku, lewat mendongeng misalnya. Ironisnya ketika anak mulai masuk sekolah, materi baku kurikulum sering membuat guru tidak mempunyai ruang gerak untuk berkreasi. Akhirnya mereka hanya terpaku pada satu buku wajib.
Seperti halnya kegiatan pembelajaran yang lain, upaya menumbuhkan minat baca juga akan lebih mudah dan efektif apabila dilakukan sejak dini, sejak kanak-kanak. Ini artinya orang tua sangat dituntut keikutsertaannya. Orang tua harus memastikan bahwa kecintaan akan membaca adalah tujuan pendidikan yang terpenting bagi anaknya.
Tentu saja, upaya orang tua akan lebih optimal apabila didukung oleh pihak lain. Dari pihak penerbit buku misalnya, dari segi kualitas perwajahan, ilustrasi, isi, dan cara penyajian hendaknya dapat terus diperbaiki. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan ketertarikan anak.
Dari pihak sekolah, hendaknya diterapkan sistem pendidikan yang menimbulkan kegairahan belajar. Misalnya dengan mendorong pendidik untuk memberi penugasan dan anak didik mencari jawabannya, antara lain di perpustakaan. Hingga sejauh ini perpustakaan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, masih diperlukan usaha keras untuk mendorong anak berkenalan dengan perpustakaan sejak dini. Bahkan, perkenalan pertama anak dengan perpustakaan dapat dilakukan di rumah melalui pembuatan perpustakaan keluarga. Anak yang terbiasa melihat buku dan kebiasaan membaca dari orang tuanya akan membuat mereka gemar membaca.
Dari pihak media massa (terutama radio/TV) hendaknya tidak saja mengeluarkan iklan layanan masyarakat mengenai ajakan membaca, tetapi harus juga mulai membuat program promosi membaca (reading promition). Sebuah program yang berkaitan dengan sebuah buku tertentu.
Barangkali, itulah usaha yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan generasi bangsa ini dalam menghadapi masa depan yang penuh persaingan. Ibarat kata pepatah, "Akan lebih mudah meluruskan batang pohon ketika ia masih kecil daripada meluruskannya setelah tumbuh menjadi besar." Wallahu a'lam.

PERPUSTAKAAN DESA

Tragedi Nol Buku, Tragedi Kita Bersama

Apa Kata Mereka Tentang Buku?
Buku adalah pengusung peradaban.
Tanpa buku sejarah diam, sastra bungkam,
sains lumpuh, pemikiran macet.
Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia,
mercu suar yang dipancangkan di samudera waktu.
[Barbara Tuchman, 1989]

 




Written by Putra Bangsa 

Tantangan Budaya Baca

dan Perbukuan Nasional

 

Hari ini (14 September) adalah Hari Kunjung Perpustakaan. Dunia mencatat peradaban maupun budaya bisa maju pesat, sebagai dampak positif buku bermutu. Buku memberikan inspirasi serta perubahan pikiran, pandangan, perilaku, dan budaya pembacanya.

 




Written by Putra bangsa  

Susu dan Buku, Keduanya Bergizi


Di bulan Mei ada peringatan Hari Buku Nasiona1. Dan tiap bulan September diperingati sebagai Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan. Melalui kedua peringatan ini diharapkan masyarakat menjadi gemar membaca. Persoalan membaca yang selalu mengemuka, terutama di kalangan pelajar kita, adalah bagaimana cara menimbulkan minat baca dan cara membaca yang baik.

 




Written by Anak Negeri  




STRATEGI INDUK KAMPANYE NASIONAL
" INDONESIA MEMBACA "
Oleh : Slamet,S.Ag
من اراد الدنيا فعليه با العلمم
ومن اراد الاخرة فعليه باالعلم
ومن اراد هما فعليه بالعلم
العلم في الكتاب, والقراءة مفتاحها 
lngin selamat di dunia, milikilah ILMU,
lngin selamat di akhirat milikilah ILMU,
lngin selamat di dunia dan di akhirat, milikilah ILMU.
ILMU ada dalam BUKU, MEMBACA………KUNCl-nya

Selasa, 27 Desember 2011

PROFIL DESA

BAB II
PROFIL DESA
2.1     KONDISI DESA

2.1.1     SEJARAH DESA

            Desa Sidaharja adalah Pemekaran dari Desa Sukamukti pada tahun 1983 yang dullunya adlah Kampung Sidaharja, Desa Sidaharja  terbagi menjadi 3 (tiga Dusun 18 (delapan belas) RT dan 4 (empat) RW. Desa Sidaharja berada dalam wilayah Kecamatan Pamarican  Kabupaten Ciamis dengan jarak + 12 Km dari Kota Kecamatan dan + 43.5 Km dari Kota Kavbupaten Ciamis. Desa Sidaharja memiliki luas wilayah 327,170 Ha dengan jumlah penduduk 3.761 jiw.
Batas-batas administrasi Desa Sidaharja sebagai berikut :

Utara            : Sungai Ciseel (Desa Kutawaringin Kecamatan Purwadadi)
Timur            : Sungai Ciseel (Desa Bantardawa  Kecamatan Purwadadi)
Selatan          : Desa Sukajadi dan Desa Sukamukti Kecamatan Pamarican
Barat            : Desa Kertahayu Kecamatan Pamarican.

Desa Sidaharja telah mengalami beberapa kepemimpinan, di mana pada era Reformasi Pemerintah Desa Sidaharja juga kena damapaknya yang mana sebagian besar Perangkat Desa dan Kepala Desa direformasi sehingga pada waktu itu terjadi kekosongan Kepala Desa dan Perangkat Desa, namun pada akhirnya Pemerintah Desa terbangun kembali dan memiliki Perangkat Desa dan Kepala Desa PJS.
Adapun sejarah kepemimpinan Pemerintah Desa Sidaharja dari mulai berdiri sampai sekarang diantaranya :

1.    Kepala Desa SAIMIN sejak berdiri s/d tahun 1994
2.    Kepala Desa HABIBAH BADAR   dari tahun  1995 s/d  tahun 1999 kena dampak Reformasi
3.    Kepala Desa DJEMANGIN         dari tahun  1999 s/d 2001 (Kepala Desa PJS)
4.    Kepala Desa SLAMET,  S. Ag.    dari tahun  2002 s/d sekarang (periode ke 2)
            Dalam perjalanan Pemerintahan Desa tentunya banyak tangtangan maupun ruintang yang telah dilewati oleh Pemerintahan Desa. Disamping sejarah Kepemimpinan Pemerintah Desa juga sejarah Pemabngunan Desa, baik kejadian yang
baik/keberhasilan maupun kejadian yang buruk/kegagalan, hal ini  dapat dilihat pada table. 1                                                                                              
Tabel.1 Sejarah Pembangunan Desa sebagai berikut :

Tabel.1 Sejarah Pembangunan Desa
Tahun
Kejadian yang baik / keberhasilan
Kejadian yang buruk / kegagalan



1983
Pemekaran Desa

1985
Desa Mulai di Bangun

1986
Adm. Terbaik tingkat Kecamatan

1989
Pengerasan jln Lingkar Cileweng
Sebagai Desa IDT
1990
Listrik Masuk Desa

1994
KKN IAID

1995
Pemb. PUSTU Desa & MTs Al Imam

1996
Pengerasan Jln Desa (giling basah)

1998
Pemb. Rabat Beton RT. 006
Reformasi (diturunkanya Staf Desa)
1999
KKN IAIN Bandung
Banjir (gagal Panen)
2000
Penggabungan wilayah Karangjati

2002
Pemb. (berdirinya TK Al Mekarsari) dan Pemilihan Kepala Desa

2003
Perataan Tanggul Ex Kali mati

2004
Pelebaran jalan tembus Sukajadi

2005
Berdirinya TK Al Ma’arif

2006
Pengaspalan Jalan Dusun Sidaharja

2007
Juara II Lomba Adm Tk. Kabupaten dan PILKADES dan Pengaspalan Jln Kertasari

2008
Mendapat Prog. WSLIC II dan Pengaspalan Jln. Ciporoan

2009
Pemb. Rabat Beton dan KKN STAIMA Banjar.
Terjadinya Gempa Bumi Tasik
2010
Sebagai Desa ODF dan Pemb. Gedung Bumdes

Sumber : Bapak Ky. Dul Syarif Pelaku Sejarah di Desa Sidaharja                                                                                                   6
2.1.2     DEMOGRAFI

            Penduduk Desa Sidaharja pada tahun 2008 sebanyak 3.761 jiwa, untuk lebih jelasnya terinci pada Tabel dibawah ini

Tabel.2 Penyebaran Penduduk

No
Dusun
Jml. KK
Junlah Penduduk
Jumlah
Laki-laki
Perempuan






01
Keratasari
426
801
776
1.577
02
Sidaharja
341
633
636
1.269
03
Ciporoan
278
452
463
915
J u m l a h
1.045
1.886
1.875
3.761

Sumber : Monografi Desa tahun 2010


2.1.3     KEADAAN SOSIAL

A. Pendidikan


            Keadaan Sosial Desa Sidaharja merupakan tantangan yang harus di programkan dalam RPJMDes, karena Mayoritas penduduk Desa Sidaharja berpendidikan tamat SD sederajat sehingga sangat mempengaruhi pada perkembangan pembangunan.
     Dengan adanya pendidikan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (WAJAR DIKDAS) 9 (sembilan) tahun maka diharapkan ada peningkatan Sumber Daya Manuisia (SDM) yang dampaknya terasa pada Pembangunan Desa. Selama kurun waktu itu, kondisi pendidikan di Desa Sidaharja baik sarana maupun prasarana telah menunjukan kesenderungan yang semakin baik berdasarkan pada data usia Wajib Belajar (WAJAR DIKDAS) masih kurang dikarenakan lulusan SD Sederajat masih lebih banyak dibandingkan dengan lulusan SLTP Sederajat. Hal ini sangat jelas terlihat pada data dibawah ini:


Tabel.3 Tingkat Pendidikan Masyarakat
No
Pendidikan/Lulusan
Jumlah Penduduk
Persentase




01
Tidak Tamat SD
151
4.02%
02
SD Sederajat
2.590
68,85%
03
SLTP Sederajat
613
16,30%
04
SLTA Sederajat
309
8,22%
05
Perguuan Tinggi
98
2,61%
J u m l a h
3.761
100%
Sumber : Monografi Desa tahun 2010
7
B. Kesehatan

            Salah satu indicator keberhasilan Pembangunan selain pendidikan adalah bidang Kesehatan yang ditentukan oleh Angka Harapan Hidup (AHH). Dalam meningkatkan Indeks Kesehatan di Desa Sidaharja dilaksanakan melalui Program Desa Sehat Siaga dengan kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan mengembangkan dan melaksanakan plar-pilar yang ada, juga tersediannya sarana dan prasarana serta sumber daya kesehatan seperti Fasilitas Pelayanan Kesehatan (PUSTU) serta Pembinaan kesehatan lingkungan melalui program Desa Sehat Siaga dengan upaya kesehatan berbasis masyarakat.
Sarana dan tenaga Kesehatan :

a. Sarana

1.    Pustu          : 1 buah
2.    Pos Yandu   : 5 buah

b.    Tenaga Kesehatan

1. Mantri                   : 1 orang
2. Bidan Desa             : 1 orang
3. Perawat                 : 1 orang

Tabel.4 Sarana Kesehatan Lingkungan dan Rumah
No
Dusun
Jlh KK
Jumlah Sarana
Rumah
Ket
SAB
Jamban
SPAL
Permanen
Semi









1
Kertasari
426
9
393
2
246
158

2
Sidaharja
341
8
269
2
204
128

3
Ciporoan
278
5
205
2
157
99


1.045
22
867
6
606
385

                 Sumber : Monografi Desa  dan  Paguyuban Desa Sehat tahun 2010



8
C. Pemberdayaan Masyarakat

       Pemberdayaan masyarakat merupakan perioritas utama pembangunan di Desa Sidaharja dengan focus kegiatan pada upaya menciptakan dan mendorong seluruh keluarga menjadi keluarga yang berdaya. Hal ini di tandai dengan beban hidup tidak terlalu berta, ekonomi kuat, dan ketahanan masyarakat mantap. Prinsip dasar kegiatan pemberdayaan masyarakat  dilakuakan melalui konsep 5K, yaitu Kahayang, Kanyaho, Kabisa, Kadaek, tur Kaboga (masyarakat yang berkeinginan, berpengathuan, berkemampuan, berkemauan dan berkepemilikan untuk membangun dirinya).
       Taraf kesejahtraan sosial masyarakatsemakin meningkat sejalan dengan berbagai upaya Pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi dan perlidungan sosial bagi masyarakat renta termasuk bagi Penyandang Maslah Kesejahtraan Sosial (PKKS).
Program-progam yang dilaksanakan yaitu pelatihan-pelatihan Kelompok Pengrajin Sale, , SL PTT, dan Pelatihan Karang Taruna serta Pembaca Hutbah Jum’at. Dalam meningkatkan kesejahtraan keluarga perlu diarahkan dan diperkuat program pemberdayaan ekonomim keluarga melalui kelompok UPPKS dan BUMDES.

D. Kesejahtraan Sosial
      
       Penanganan maalah Kesejahtraan social masih belum optimal dalam mengatasi Kemiskinan dan keluarga Pra Sejahtra (Pra KS).
Saat ini tercatat data openduduk miskin sebanyak  1.250 orang yang tercatat dalam Jamkesmas dan Jamkesda
Meskipun garis kemiskinan naik, tetapi jumlah penduduk di desa Sidaharja turun. Kondisi ini menunjukan bahwa terdapat kecenderungan kenaikan tingkat pendapatan penduduk yang dapat memenuhi kebutuhan standar hidup dan berada di atas garis kemiskinan.
       Pada umumnya karakteristik penduduk atau rumah tangga miskin di Desa Sidaharja di tandai dengan partisipasi sekolah rendah, melek huruf dan berpendidikan rendah, tidak bekerja tetap atau bermata pencaharian tidak tetap. Dari aspek kesehatan di tandaidenganpersalinan balita tidak menggunakan jasa kesehatan. Selanjutnya dari aspek perumahan ditandai dengan rumah berlantai tanmah, air minum bukan dari air bersih, (air kemasan, ledeng atau sumur terlindung), dan tidak memiliki jamban keluarga.                                              9
2.1.4     KEADAAN EKONOMI


            Dalam Perkembangan perekonomian desa, bidang pertanian masih menjadi faktor  andalan dalam Pembangunan Desa karena selain merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk juga memberikan konstribusi  yang paling besar terhadap pendapatan masyaakat desa Sidaharja walaupun ada beberapa penduduk yang mata pencahariannya diperdagangan dan lainnya. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian lebih besar dibandingkan dengan disektor lain, Hal ini dapat dilihat dari dataTabel.4 sebagai berikut :

Tabel.5 Mata Pencaharian Penduduk Desa Sidaharja
No
Mata Pencaharian
Jumlah Penduduk
Persentaase
Keterangan





01
Tani
196
5,20 %

02
Buruh Tani
2.093
55,66%

03
Pedagang
774
20,58%

04
PNS
22
0,58%

05
TNI/POLRI
9
0,23%

06
Pensiunan
15
0,40%

07
Lain-lain
652
17,35%

J um l a h
3.761
100 %

          Sumber : Monografi Desa tahun 2010

2.2     KONDISI PEMERINTAHAN DESA


2.2.1     PEMBAGIAN WILAYAH DESA

            Desa Sidaharja terbagi dari 3 (tiga) Dusun yaitu Dusun Kertasari, Dusun Sidaharja dan Dusun Ciporoan. Dalam melaksanakan pelayanan masyarakat Desa Sidaharja dipimpin oleh seorang Kepala Desa dan dibantu oleh 6 (enam) Staf, 3 (tiga) Kepala Dusun, 4 (empat) Ketua RW dan 18 (delapan belas) Ketua RT. Penyebaran penduduk dapat dilihat pada table.1 diatas.

10
2.2.2     STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH DESA

                      Dalam menjalankan Tugas Pemerintahan Desa, Kepala Desa dibantu oleh Staf Desa dan bermitra dengan Badan permusyawartan Desa (BPD) serta Lembaga-lembaga Desa yang ada., Sehingga dalam menjalakan roda pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, baik dari Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah serta haapan daripada masyarakat terutama dalam segi Pembangunan Fisik maupun non fisik.



 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Grocery Coupons